• ANAK CERDAS ISTIMEWA BAKAT ISTIMEWA (CI+BI) DAN LAYANAN PENDIDIKANNYA



    PENDAHULUAN
    Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat 4 menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Perlunya perhatian khusus kepada anak CI+BI merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal.
    Strategi pendidikan yang ditempuh selama ini bersifat masal memberikan perlakuan standar/rata-rata kepada semua siswa sehingga kurang memperhatikan perbedaan antar siswa dalam kecakapan, minat, dan bakatnya. Dengan strategi semacam ini, keunggulan akan muncul secara acak dan sangat tergantung kepada motivasi belajar siswa serta lingkungan belajar dan mengajarnya. Oleh karena itu perlu dikembangkan keunggulan yang dimiliki oleh siswa agar potensi yang dimiliki menjadi prestasi yang unggul.

    Perhatian khusus tersebut tidak dimaksudkan untuk melakukan diskriminasi, tetapi semata-mata untuk memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Melalui penyelenggaraan pendidikan khusus untuk siswa CI+BI, diharapkan potensi-potensi yang selama ini belum berkembang secara optimal, akan tumbuh dan mampu menunjukkan kinerja terbaik.

    KARAKTERISTIK ANAK CI+BI

    Anak-anak gifted bukanlah anak dengan populasi seragam, ia mempunyai banyak variasi, baik variasi pola tumbuh kembangnya, variasi personalitasnya, maupun variasi keberbakatannya. Semakin tinggi perkembangan inteligensianya, maka akan terjadi deskrepansi (perbedaan) di berbagai domain perkembangan. Deskrepansi ini bukan saja akan menyangkut perkembangan dalam individu, tetapi juga akan menyangkut perkembangan antar individu. Kondisi inilah yang sering membawa berbagai kesulitan pada anak-anak gifted dan sering salah terinterpretasi (Silverman, 2004).
    Sebagian besar anak gifted akan mengalami perkembangan motorik kasar yang melebihi kapasitas normal, namun mengalami ketertinggalan perkembangan motorik halus. Saat ia masuk ke sekolah dasar, umumnya ia mengalami kesulitan menulis dengan baik. Banyak dari anak-anak ini diberi hukuman menulis berlembar-lembar yang justru tidak menyelesaikan masalahnya bahkan akan memperberat masalah yang dideritanya. Anak-anak gifted adalah anak-anak yang sangat perfeksionis, sehingga perkembangan kognitif yang luar biasa tidak bisa ia salurkan melalui bentuk tulisan. Hal ini selain dapat menyebabkan kefrustrasian dan juga dapat menyebabkan kemerosotan rasa percaya diri, konsep diri yang kurang sehat serta anjlognya motivasi untuk berprestasi.
    Deskrepansi antara perkembangan kognitif dan ketertinggalan motorik halus, ditambah karakteristik perfeksionisnya bisa menimbulkan masalah yang cukup serius baginya, terutama kefrustrasian dan munculnya konsep diri negatip, ia merasa sebagai anak yang bodoh tidak bisa menulis. Namun seringkali pendeteksian tidak diarahkan pada apa akar permasalahan yang sebenarnya, dan penanggulangan hanya ditujukan pada masalah perilakunya yang dianggap sebagai perilaku membangkang
    Anak cerdas (brigth/higt achiever) berbeda dengan dengan anak CI+BI (gifted) dan anak-anak cerdas tidak bisa dimaksukkan ke dalam kelompok gifted karena mereka memiliki karakteristik yang berbeda. Sekalipun mereka juga memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, namun kemampuan mereka dalam analisis, abstraksi dan kreativitas tidak seluar biasa anak-anak CI+BI. Berbagai perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
    (Sumber: CGIS-Net Assessment systems, 2008)

    IDENTIFIKASI ANAK CI+BI

    Dalam mengidentifikasi peserta didik cerdas istimewa  menggunakan pendekatan multidimensional. Artinya kriteria yang digunakan lebih dari satu (bukan sekedar intelligensi). Batasan yang digunakan adalah peserta didik yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas dengan pengukuran menggunakan skala Wechsler (Pada alat tes yang lain = rerata skor IQ ditambah dua standar deviasi), dimensi kreativitas tinggi (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku tinggi atau plus satu standar deviasi di atas rerata) dan pengikatan diri (Task commitment) terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku  baik, atau plus satu standar deviasi  di atas rerata). Tiga komponen ini dikenal sebagai Konsepsi Tiga Cincin dari Renzulli (1978, 2005) yang banyak digunakan dalam menyusun pendidikan untuk anak cerdas istimewa, dan merupakan teori yang mendasari pengembangan pendidikan anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa (Gifted and Talented children).
    (Standar inilah yang digunakan oleh SMA Negeri 3 Surakarta dalam proses rekrutmen peserta didik baru program akselerasi)

    Selanjutnya dari keterkaitan tiga komponen yang menentukan giftedness tersebut, dapat dirinci kemampuan-kemampuan anak-anak cerdas secara umum maupun secara khusus. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

    Model lain adalah The Triadich dari Renzulli-Mönks yang merupakan pengembangan dari Konsepsi Tiga Cincin Keberbakatan dari Renzulli. Model Renzulli-Mönks ini disebut sebagai model multifaktor yang melengkapi Konsepsi Tiga Cincin Keberbakatan dari Renzulli. Dalam model multifaktornya Mönks mengatakan bahwa potensi kecerdasan istimewa (giftedness) yang dikemukakan oleh Renzulli itu tidak akan terwujud jika tidak mendapatkan dukungan yang baik dari  sekolah, keluarga, dan lingkungan di mana si anak tinggal (Mönks dan Ypenburg, 1995). 

    Dengan model multifaktor maka pendidikan anak cerdas istimewa tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua dan lingkungan dalam menanggapi gejala-gejala berkecerdasan istimewa (giftedness), toleran terhadap berbagai karakteristik yang ditampilkannya baik yang positif maupun berbagai gangguan tumbuh kembangnya yang menjadi penyulit baginya, serta dalam mengupayakan layanan pendidikannya. Lebih lanjut model pendekatan ini menuntut keterlibatan pihak orang tua dalam pengasuhan di rumah agar berpartisipasi secara penuh dan simultan dengan layanan pendidikan terhadap anak  di sekolah.  Secara grafis pengaruh tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

    Gambar 1. The Multi Factors Model

    Model Triadich Renzulli-Mönks menuntut sistem pendidikan, keluarga, dan lingkungan untuk dapat memberikan dukungan yang baik dan mengupayakan agar anak didik dapat mencapai prestasi istimewanya, sehingga diharapkan tidak akan terjadi adanya kondisi berprestasi rendah (underachiever) pada seorang anak berkecerdasan istimewa. Dengan model pendekatan teori ini juga, maka anak-anak yang mempunyai ciri-ciri berkecerdasan istimewa (dengan ciri-ciri tumbuh kembang, ciri-ciri personalitas, dan ciri-ciri intelektual) sekalipun underachiever masih dapat terdeteksi sebagai anak berkecerdasan istimewa yang memerlukan dukungan dari sekolah, keluarga dan lingkungan agar ia dapat mencapai prestasi yang istimewa sesuai potensinya.

    Heller (2004) mengembangkan model multifaktor yang pada dasarnya merupakan pengembangan dari Triadic Interdependence model  Mönks serta  Multiple Intelligences dari Howard Gardner.  Menurut Heller konsep keberbakatan dapat ditinjau berdasarkan  empat dimensi multifaktor yang saling terkait satu sama lain:  (1) faktor talenta (talent) yang relatif mandiri (relatif mandiri); (2) faktor kinerja (performance); (3) faktor kepribadian; dan (4) faktor lingkungan; Dua faktor terakhir menjadi perantara untuk terjadinya transisi dari talenta menjadi kinerja.  Secara grafis, model tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.


    Proses Identifikasi merupakan salah satu tahap awal yang merupakan kunci utama yang penting dalam keberhasilan suatu program layanan pendidikan khusus bagi siswa CI+BI. Dalam proses rekrutmen dan seleksi dipengaruhi oleh model layanan pendidikan yang diberikan bagi peserta didik cerdas istimewa ada beberapa prinsip identifikasi yang perlu diperhatikan adalah (Klein, 2006; Porter, 2005) yaitu: Cerdas Istimewa merupakan suatu fenomena yang kompleks sehingga identifikasi hendaknya dilakukan secara multidimensional dengan:

    1.      Menggunakan sejumlah cara pengukuran untuk melihat variasi dari kemampuan yang dimiliki oleh siswa cerdas istimewa pada usia yang berbeda.
    2.      Mengukur bakat-bakat khusus yang dimiliki untuk dijadikan acuan penyusunan program belajar bagi siswa cerdas istimewa
    3.      Tidak hanya memperhatikan hal-ahl yang sudah teraktualisasi, namun juga mengidentifikasi potensi. 
    4.      Identifikasi tidak hanya untuk mengukur aspek kognitif, namun juga motivasi, minat, perkembangan sosial emosional serta aspek non kognitif lainnya. 

     PERMASALAHAN ANAK CI+BI

    Gejala-gejala lompatan perkembangan anak CI+BI merupakan faktor kuat yang  memberi dampak psikologis dalam perilakunya, baik positif maupun negatif. Dengan memahami karakteristik anak, orang tua, guru, masyarakat dapat mengantisipasi hal-hal di luar dugaan (misalnya marah, agresif) dan bisa menduga penyebabnya. Perilaku negatif tersebut, mungkin menjadi sumber masalah emosional anak CI+BI. Gambaran perilaku negatif dan positif anak CI+BI, dapat dilihat pada tabel berikut:

    Karakteristik
    Perilaku Positif
    Perilaku negatif
    Sangat waspada
    Cepat mengetahui ada masalah
    Senang mengoreksi orang dewasa
    Selera humor tinggi
    Mampu menertawakan diri sendiri
    Membuat lelucon dengan mengorbankan orang lain
    Mampu memahami keterkaitan satu dengan yang lain
    Mampu memecahkan masalah sosial sendirian
    Ikut campur urusan orang lain
    Dorongan berprestasi yang kuat
    Mengerjakan tugas sekolah dengan baik
    Arogan, egois, tidak sabaran dengan kelambanan orang lain
    Kemampuan verbal yang tinggi
    Diplomasi persuasif dengan tata bahasa yang tepat
    Memanipulasi orang lain
    Individualistik, menantang stabilitas
    Percaya diri tinggi
    Hanya sedikit punya teman dekat, kuat dengan keyakinan diri sendiri
    Motivasi diri yang kuat, merasa tidak perlu bantuan orang lain
    Hanya perlu sedikit arahan dan bantuan orang lain
    Agresif berlebihan, menantang otoritas
    Kemampuan membaca sangat tinggi
    Mengingat dan menguasai materi belajar dengan mudah
    Gampang bosan, tidak suka hafalan
    Sangat senang membaca
    Membaca berbagai jenis buku, memonopoli perpustakaan
    Mengabaikan orang lain
    Kaya perbendaharaan kata
    Mengkomunikasikan gagasan dengan lancar
    Suka pamer pengetahuan
    Simpanan informasi yang sangat banyak
    Cepat dalam menjawab pertanyaan
    Memonopoli diskusi
    Rentang perhatian yang panjang
    Mengerjakan tugas sampai selesai
    Tidak suka kerja terbatas waktu, mengatur sendiri waktu penyelesaian
    Minat beragam, rasa penasaran yang tinggi
    Banyak bertanya, senang dengan gagasan baru
    Kurang dapat membuat pembicaraan yang lintas disiplin
    Belajar/bekerja sendiri
    Menciptakan gaya sendiri dengan melakukan sesuatu
    Menolak bekerjasama dengan orang lain yang dianggap tidak sejalan


     LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK CI+BI
    A.     Kurikulum
    Kurikulum yang diberikan pada siswa CI+BI tidak boleh sama dengan siswa reguler, karena bobot dan kedalamannya tidak sesuai karakter siswa CI+BI. Kurikulum untuk siswa CI diarahkan pada pemenuhan kebutuhan siswa dan sekaligus menyeimbangkan domain kognitif dan non kognitif.
    Berdasarkan pada diferensiasi diatas selanjutnya ditentukan materi kurikulum yang sesuai dengan siswa. Secara prinsip, penetapan materi yang secara efektif dapat dijadikan sebagai materi kurikulum bagi siswa akselerasi terikat dengan ketentuan sebagai sebagai berikut
    1.      Materi memang dikumpulkan dan memenuhi rasa keingintahuan siswa akselerasi dalam pengembangan keilmuan, memberikan peluang kepadanya dengan belajar hal-hal baru serta ketrampilan yang mereka butuhkan.
    2.      Isi kurikulum memiliki tingkat kesulitan paling tidak dua tingkat di atas rerata materi sebayanya. 
    3.      Materi yang dipilih terfokus pada penerapan pengetahuan nyata. 
    4.      Materi harus lebih unggul dari materi regular, mendalam dan menuntut ketrampilan berfikir tingkat tinggi.(Joan F. Smutny,2003:54).

    Dalam konteks yang lebih modern, pengertian akleserasi tidak hanya isi pelajaran disajikan dalam bentuk yang ringkas dan dipercepat (compating content) tetapi juga bagaimana teknik intruksional direkayasa. Oleh karena itu, upaya mengembangkan kurikulum bagi program CI+BI menjadi penting untuk dilakukan.

    B.     Pembelajaran
    Harus difahami bahwa dalam komunitas peserta didik yang berkarakter gifted bukanlah merupakan komunitas yang homogen, mereka adalah sangat heterogen walaupun sama-sama berciri khas gifted. Sebagai konsekwensi dari heteroginitas tersebut maka wajib pula disediakan menu model layanan pendidikan yang juga heterogin. Tidak boleh dianggap mereka sama dan diberikan layanan sama dalam satu kelas.
    Pembelajaran harus berorientasi pada siswa, bukan pada guru. Oleh karena itu penerapan materi esensial dilakukan dengan cara melakukan asessment kemampuan siswa terhadap materi pelajaran. Apabila siswa telah menguasai materi suatu materi, maka materi tersebut tidak perlu diajarkan lagi. Dengan demikian dimungkinkan adanya perbedaan materi yang harus diajarkan kepada seorang siswa dengan siswa lainnya.
    Salah satu bagian penting untuk melaksanakan pembelajaran untuk siswa CI+BI adalah memilih bahan atau materi ajar. Pengembangan bahan ajar dapat dilakukan melalui pengorganisasian materi. Isi bidang studi memiliki implikasi langsung dalam upaya pembuatan urutan dan sintesis isi bidang studi sehingga langkah pengembangan bahan ajar selalu didahului dengan langkah analisis isi bidang studi dan analisis tujuan.
    Yang dimaksud dengan analisis tujuan adalah langkah memperoleh informasi mengenai kategori tujuan dari pembelajaran, apakah berdimensi cognitive apa efektif atau psikomotorik, demikian juga diketahui pula level tujuannya, apakah mengarah pada tujuan yang berlevel  lainnya. Analisis atas jenis dan level tujuan sangat menolong bagi pengembang bajan ajar dalam seleksi, menetapkan materi yang akan dipilih sebagai bahan pengisi pengalaman siswa.
    Analisis bidang studi dimaksud sebagai langkah untuk mengetahui jenis kategori apa isi dari bidang studi, apakah isi bidang studi bermuatan sebatas konsep atau berkategori prosedur atau kategori prinsip. Dengan mengatahui apa kategorinya bagi pengembang bahan ajar dapat dengan mudah menentukan strategi
    Dalam melakukan pembelajaran kepada siswa CI+BI, khususnya mata pelajaran rumpun MIPA, penggunaan laboratorium untuk kegiatan praktikum perlu dioptimalkan. Laboratorium merupakan bagian terintegrasi pada kegiatan pembelajaran MIPA. Pembelajaran MIPA berupa percobaan dan bukan percobaan dapat dilakukan di laboratorium. Pada saat menjelaskan suatu topik, guru dapat langsung mempraktekkannya di depan peserta didik. Dengan demikian siswa dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru secara efektif
    Bagi para guru penanggungjawab praktikum tugas penting yang harus dan perlu dilakukan adalah mendisain dan mengelola sebuah kegiatan praktikum. Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajarannya jelas, isi dan urutan kegiatannya terarah dengan baik, relevan dengan tuntutan kompetensi lulusan nantinya. Di samping itu, praktikum harus dirancang sedemikian rupa sehingga merupakan pengalaman belajar yang menarik serta menyenangkan bagi peserta didik,  bukan justru sebaliknya, menyiksa dan membosankan.
    Sebagaimana kegiatan pembelajaran lainnya, kegiatan praktikum harus dilakukan evaluasi atau penilaian. Evaluasi cakupan materi praktikum dapat dilakukan dengan mengevaluasi topik-topik dan keterampilan yang diharapkan dikuasai oleh peserta didik. Evaluasi kedalaman relatif lebih sulit dan  memerlukan penilaian yang jujur serta kriteria yang jelas terhadap tugas-tugas yang diberikan dalam praktikum. Seringkali terjadi aktivitas intelektal peserta didik sebatas hanya mengikuti petunjuk/resep yang ada di buku petunjuk praktikum, padahal kompetensi yang dikehendaki adalah kemampuan penemuan/penelitian ilmiah. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam menilai praktikum adalah ketepatan metode penilaian dan proses umpan balik.
    Sangat penting untuk menjamin bahwa metode penilaian yang digunakan cocok (sesuai dengan tujuan). Jika tujuan praktikum adalah peserta didik dapat menggunakan alat dengan benar, maka evaluasi dilakukan dengan mengamati dan menilai apakah yang dilakukan peserta didik telah sesuai dengan kriteria yang telah disepakati. Jika tujuan praktikum adalah peserta didik mampu berpikir ilmiah, metode evaluasi harus dapat menilai kemampuan yang ditunjukkan peserta didik. Penilaian praktikum yang hanya didasarkan pada laporan saja, tidak akan berhasil mengukur kemampuan berpikir pada tingkat tinggi yang ada pada pekerjaan praktikum itu sendiri.
    Umpan balik juga merupakan salah satu sarana penilaian. Proses belajar peserta didik akan dapat difasilitasi dengan baik apabila ada umpan balik terhadap yang mereka lakukan dan hasilkan. Umpan balik dapat diperoleh dari guru pembimbing, dosen pendamping atau kelompok praktikan.
    A.     Tenaga Pendidik
    KTSP membuka ruang partisipasi kreatif guru dan pengelola sekolah dalam penjabaran rencana, metode, dan alat-alat pengajaran. Standar isi, standar kompetensi, dan kompetensi dasar kurikulum masih ditentukan pemerintah pusat, namun kontekstualisasi detailnya diarahkan kepada pengelola sekolah dan guru. Guru ditantang untuk mampu menciptakan suasana belajar yang kontekstual dan menyenangkan bagi siswa, barangkat dari pemahaman bahwa guru (dan pihak sekolahlah) yang paling paham mengenai karakteristik siswa dan lingkungan sekolahnya.
    Dengan demikian seorang tenaga pendidik di program CI+BI harus memiliki kemampuan optimal dalam mengembangkan potensi siswa dan menciptakan suasana pembelajaran yang dapat mendorong terjadinya pengembangan siswa. Upaya peningkatan kemampuan tenaga pendidik perlu dilakukan secara sistemik dan sistematis, bukan sekedar mencukupi prasyarat sertifikasi.
    Pengajar siswa kelas akselerasi harus mampu menyesuaikan diri dengan karakteristik yang ada pada siswa akselerasi. Secara umum kompetensi yang harus dimiliki guru terdiri dari kompetensi pedagogik, profesional, personal/kepribadian dan sosial (Kepmendiknas No. 19 Tahun 2005). Secara lebih spesifik, beberapa kompetensi yang harus dikuasai oleh guru pengajar kelas akselerasi antara lin:



    1.      Lulusan S-1 yang sesuai dengan bidang ilmu yang diajarkan, serta berasal dari perguruan tinggi negeri/swasta yang terakreditasi A.
    2.      Memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
    3.      Memiliki karakteristik umum yang dipersyaratkan dengan mengacu pada aspek kepribadian dan kompetensi guru.
    4.      Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang karakteristik dan kebutuhan peserta didik berkecerdasan istimewa.
    5.      Menguasai substansi mata pelajaran yang diampu.
    6.      Mampu mengelola proses pembelajaran peserta didik, yang meliputi:
    a.       Perancangan, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar.
    b.      Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi kecardasan.
    7.     Mampu mengembangkan materi, metode, produk dan lingkungan belajar peserta didik cerdas istimewa.
    8.      Memahami psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan.
    9.      Mampu mengembangkan kreativitas peserta didik.
    10.  Mampu berbahasa Inggris aktif dan menggunakannya dalam kegiatan pembelajaran.
    11. Dapat menggunakan perangkat komputer dan teknologi informasi lainnya dalam proses pembelajaran.
    12. Memiliki pengalaman mengajar di kelas reguler sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dengan prestasi baik.
    13. Mampu berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait penyelenggaraan pendidikan.
    B.     Kelembagaan
    Pemerintah pada dasarnya telah membuka pintu yang cukup terbuka terkait dengan pelaksanaan pendidikan akselerasi. Dalam layanan pendidikan khusus yang ditetapkan oleh direktorat pendidikan luar biasa mengenai bentuk program akselerasi dan keberbakatan, dicantumkan bahwa program percepatan belajar bisa dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu: 1) kelas reguler, 2) kelas khusus, dan 3) sekolah khusus. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing bentuk ini :
    1.      Kelas Reguler, dimana siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama-sama dengan siswa lainnya di kelas reguler (model terpadu/inklusif). Bentuk penyelenggaraan pada kelas reguler dapat dilakukan dengan model sebagai berikut:
    a.          Kelas reguler dengan kelompok (cluster). Siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama siswa lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
    b.         Kelas reguler dengan pull out. Siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama siswa lain (normal) di kelas regular, namun dalam waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber (ruang khusus) untuk belajar mandiri, belajar kelompok, dan/atau belajar dengan guru pembimbing khusus.
    2.      Kelas Khusus, dimana siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar dalam kelas khusus (Bentuk inilah yang dilaksanakan di SMA Negeri 3 Surakarta);
    3.      Sekolah Khusus, dimana semua siswa yang belajar di sekolah ini adalah siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
    C.     Manajemen.
    Pengelolaan pendidikan khusus bagi siswa CI/BI di sekolah reguler harus memiliki manajer/pengelola program sendiri dan tidak boleh dirangkap oleh kepala sekolah. Artinya kepala sekolah, berdasarkan mekanisme pengambilan keputusan yang ada, harus menetapkan manajer/kepala program tersendiri dengan tugas utama mengelola pendidikan khusus bagi siswa CI/BI. Dalam pelaksanaan tugas, manajer pendidikan khusus bagi siswa CI/BI dibantu oleh staf yang dapat berupa staf mandiri maupun dirangkap oleh staf sekolah secara umum. Namun demikian, secara administratif pendidikan khusus bagi siswa CI/BI harus memiliki dokumen administrasi yang terpisah dari administrasi sekolah secara umum dalam berbagai aspek, termasuk aspek pembiayaan. (direktorat PSLB, Dirjend Mandikdasmen Dapartemen Pendidikan Nasional, 2009).
    Sumber:
    Amril Muhammad (Sekjend. Asosiasi CI+BI Nasional, Sekretaris Dewan Pembina Cugenang Gifted School, Dosen Jurusan Manajemen Pendidikan FIP UNJ). 2010. Memahami Anak Cerdas/berbakat Istimewa (CI+BI) dan Pengembangan Layanan Pendidikannya: Makalah.
    Muh. Hanif Dhakiri (Komisi X DPR RI). 2010. Penyediaan Layanan Pendidikan Khusus untuk Anak CI + BI di Indonesia: Makalah.
    Alfikalia (Dosen Program Studi Psikologi Universitas Paramadina). 2010. Inklusivitas dalam Pendidikan bagi Siswa Cerdas Istimewa/Bakat Istimewa: Makalah.
    Direktorat PSLB, Dirjend Mandikdasmen Dapartemen Pendidikan Nasional. 2009. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan untuk Peserta Didik Cerdas Istimewa.
    http://www.ditplb.or.id
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar